oleh

Upaya Dunia Menyesuaikan dengan Perubahan Iklim Global

Jakarta – Konferensi Para Pihak (COP) 26 dari forum iklim global di Glasgow, Skotlandia, menegaskan kembali pentingnya membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.COP26 mengadopsi Traktat Iklim Glasgow, Traktat ini akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan Perjanjian Paris.

Adapun bagian kedua Pakta Iklim Glasgow secara khusus membahas Adaptasi.

“(Pakta ini) mencatat secara serius laporan dari Article 6 Working Group-1 Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bahwa kejadian iklim dan cuaca ekstrem serta dampaknya yang merugikan bagi manusia dan lingkungan akan terus meningkat dengan bertambahnya peningkatan suhu,” ungkap Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sri Tantri Arundhati dalam sosialisasi hasil COP-26 yang digelar secara hybrid, Senin (6/12/2021) dilansir beritasatu.com.

Tantri menjelaskan, hal ini menekankan pentingnya meningkatkan aksi dan dukungan, termasuk means of implementation untuk memperkuat kapasitas adaptasi, resiliensi dan mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim.

Pakta Iklim Glasgow juga menyambut baik penyampaian National Adaptations Plans (NAP) oleh parties (masing-masing pihak) hingga saat ini yang akan meningkatkan pemahaman dan implementasi aksi serta prioritas adaptasi. Menurut Tantri, Indonesia hingga saat ini belum menyampaikan NAP-nya.

Baca Juga  Warga Taman Raya Ucapkan Terimakasih Kepada Pemkot Cilegon

“Karena terkendala Green Climate Fund (GCF) yang membutuhkan proses lama untuk menerima proposal mengenai NAP ini. Karena setiap negara memperoleh bantuan sejumlah US$3 juta. Mudah-mudahan bisa diproses lebih lanjut kerja samanya dengan Bappenas,” jelas Tantri.

Pakta Iklim Glasgow ini mendorong negara-negara untuk mengintegrasikan adaptasi ke dalam proses perencanaan tingkat lokal, nasional, dan regional.

“Di Indonesia sendiri, adaptasi sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Kita juga sudah punya pedoman untuk kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah dalam bagaimana mengintegrasikan adaptasi ke dalam proses perencanaan di tingkat lokal maupun nasional,” ungkap Tantri.

“Kita juga sudah punya guidance untuk bagaimana menyusun kajian ketahanan risiko dan dampak perubahan iklim,” imbuhnya.

Poin adaptasi Pakta Iklim Glasgow juga meliputi penyampaian Adaptation Communication (AC) sebagai input untuk inventarisasi global stocktake. Sebagai informasi, global stocktake ini menilai kemajuan dunia dalam implementasi Persetujuan Paris dan rencana jangka panjangnya.

Baca Juga  KERIS Dukung Kemnaker Siapkan Generasi Emas, Wamenaker: Akan Ada Surprise Untuk Ojol Ya

“Indonesia sendiri memang belum menyampaikan. Ini sebetulnya ada tiga macam vehicle, apakah itu NDC (Nationally Determined Contribution), NAP, atau National Communication,” jelas Tantri.

Pihaknya berharap dapat mempersiapkan AC ini sebelum pertemuan Paris Agreement Conference of the Parties (CMA) 4 yang akan digelar November 2022 mendatang. Lebih lanjut, Pakta Iklim Glasgow mengakui pentingnya Global Goal on Adaptation (GGA) dalam implementasi Pertujuan Paris.

“Serta menyetujui Glasgow-Sharm el-Sheikh Work Programme on GGA untuk periode dua tahun yang akan dimulai segera setelah CMA-3. Jadi, ini nantinya akan ada semacam workshop yang dilakukan pada Sharm el-Sheikh Work Programme untuk menentukan apa yang dimaksud dengan GGA,” jelas Tantri.

Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage)
Isu kerugian dan kerusakan akibat pemanasan global turut menjadi salah satu pokok bahasan dalam Pakta Iklim Glasgow.

“Pakta Iklim Glasgow ini mendesak negara maju dan entitas terkait lembaga pembiayaan, lembaga PBB, organisasi antar pemerintah dan lembaga bilateral dan multilateral lainnya, termasuk organisasi non-pemerintah dan sumber swasta, untuk menyediakan tambahan dukungan maupun tambahan dalam kegiatan terkait penanganan kerugian dan kerusakan terkait efek buruk perubahan iklim,” ungkap Tantri.

Baca Juga  TNI Al Pasmar 3 Melaksanakan Serbuan Vaksinasi Kepada Masyarakat Maritim Di Kabupaten Sorong Papua Barat

Pakta ini juga mendesak negara maju untuk mendanai operasionalisasi Santiago Network dan penyediaan bimbingan teknis terkait penanganan kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim khususnya di negara berkembang. Selain itu juga untuk mendukung operasionalisasi Santiago Network, dalam Pakta ini diputuskan adanya Glasgow Dialogue antara parties, organisasi dan pemangku kebijakan yang relevan untuk membahas pengaturan dalam mendanai kegiatan mencegah, meminimalkan dan mengatasi kerugian dan kerusakan yang terkait dampak buruk perubahan iklim yang akan diselenggarakan tiap tahun pada setiap periode pertama sesi the Subsidiary Body for Implementation (SBI) dan akan disimpukan pada sesi ke enam belas (Juni 2024).

Glasgow Package ini menyambut baik operasionalisasi Santiago Network,” pungkas Tantri.(*/cr2)

News Feed