Jakarta – Sebagai mitra Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) punya bagian penting dalam jalannya proses pendaftaran tanah.
Dilansir dari atrbpn.go.id, Sejak tahun 2017, Kementerian ATR/BPN telah melaksanakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), salah satu program revolusioner demi mempercepat pendaftaran seluruh bidang tanah di Indonesia.
Pesatnya perkembangan layanan pertanahan di atas membuat Kementerian ATR/BPN dan PPAT untuk terus bekerja sama demi senantiasa mewujudkan pelayanan pertanahan yang baik.
Seperti yang dipaparkan oleh Direktur Pengaturan Tanah Komunal Hubungan Kelembagaan dan PPAT, Musriadi pada webinar Sinergi Kementerian ATR/BPN dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) dalam Peningkatan Pelayanan Pertanahan pada Selasa (22/06/2021).
Musriadi berkata bahwa sejak tahun 1961, Indonesia telah melakukan pendaftaran tanah dan puncaknya pada kurun waktu 2016-2020 telah terdaftar 34 juta bidang tanah melalui program PTSL yang masif.
Menurutnya, inilah yang menjadi ruang untuk PPAT dalam proses pemeliharaan data.
“Pekerjaan PPAT sangat banyak sekali dan tentunya jika tak didukung teknologi informasi maka pelayanan pertanahan akan berjalan lambat, semoga PPAT bisa mengikuti perkembangan ini,” tuturnya.
Tak hanya PTSL, hadirnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) juga membawa kebijakan baru dalam pendaftaran tanah.
Seperti pada PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.
Menurut Musriadi, salah satunya percepatan jangka waktu pengumuman pendaftaran tanah secara sistematis, yaitu 14 hari kalender.
Tak hanya itu, di dalam PP tersebut juga mengatur pendaftaran Hak pada Ruang Atas Tanah/Ruang Bawah Tanah; Pendaftaran Hak Atas Tanah Reklamasi; Pendaftaran Tanah di Wilayah Perairan; Pendaftaran Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun; Penetapan Hak Pengelolaan untuk Tanah Ulayat; dan Kepastian Hukum Bukti Hak Lama.
Lebih lanjut, seperti yang tertuang pada Pasal 147 UUCK yakni tanda bukti hak atas tanah, hak milik atas satuan rumah susun, hak pengelolaan dan hak tanggungan, termasuk akta peralihan hak atas tanah dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tanah dapat berbentuk elektronik.
Menurut Musriadi, berdasarkan pasal tersebut, Tanda Bukti Hak, Sertipikat, SK Menteri termasuk juga Akta PPAT dapat dibuat dalam bentuk dokumen elektronik.
“Karena kemajuan teknologi dan didukung aturan yang baru, tolong rekan PPAT nanti periksa pasal 147 UUCK ini karena memunculkan peraturan menteri terkait HPL dan HAT ini. Ke depannya, peralihan HAT akan melibatkan PPAT dalam proses pelaksanaannya,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan oleh Wakil Ketua Tim Pakar Pengurus Pusat IPPAT, Darwin Ginting. Ia berkata bahwa PPAT sebagai mitra Kementerian ATR/BPN harus dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menjalankan tugas.
Kedudukan PPAT dalam mendukung pendaftaran tanah yakni PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian pendaftaran tanah yakni membuat akta sebagai bukti.
“PPAT mempunyai peran strategis dalam membuat peralihan hak untuk sumber yuridis pendaftaran tanah,” ungkapnya.
Peran penting PPAT tersebut membuat PPAT harus profesional dalam menjalankan tugas, dituntut cermat dan teliti serta memperhatikan prosedur yang benar sesuai ketentuan yang berlaku, peraturan jabatan PPAT dan kode etik yang ada.
“Untuk mendorong program pendaftaran tanah, sudah seharusnya PPAT terus bersinergi dengan Kantor Pertanahan secara nasional, semoga apa yang kita lakukan hari ini menjadi satu hal untuk mendukung itu,” tuturnya.
Webinar yang diadakan oleh Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) ini dibuka oleh Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Suyus Windayana.
Acara ini diikuti oleh kurang lebih 1.000 peserta yang terdiri dari para PPAT, jajaran Kantor Wilayah BPN Provinsi (Kanwil) serta jajaran Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota (Kantah). (*/cr2)