KARAWANG – Dampak signifikan dari pandemi Covid-19, pemerintah dan para pemangku kepentingan mulai menyoroti bagaimana pangan dan pertanian tetap mampu mendukung kebutuhan bangsa.
Dengan urgensi tersebut, wakaf sebagai salah satu instrumen filantropi tertinggi dalam Islam dapat mengakomodir kebutuhan pangan selama pandemi Covid-19, terutama bagi masyarakat miskin dan rentan yang paling terpukul oleh guncangan ekonomi.
Pengelolaan wakaf secara produktif diyakini dapat menggerakkan sistem ekonomi melalui pengelolaan lahan pertanian.
Kehadiran wakaf pun kemudian dapat memenuhi kebutuhan primer dan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi entitas sosial. Aset wakaf yang berupa lahan pertanian dapat menjadi salah satu pendukung untuk menggenjot ketersediaan pangan ke depan.
Tantangan menjawab kebutuhan pangan, Global Wakaf – ACT telah meluncurkan program Wakaf Sawah Produktif (WSP) yang juga memberdayakan petani lokal.
Wakaf Sawah Produktif adalah program optimalisasi dana wakaf tunai yang diperuntukkan bagi kepentingan kedaulatan pangan berbasis pertanian padi di lahan sawah produktif.
Program akan fokus pada bantuan permodalan, sarana dan prasarana hingga ke pendampingan teknis pertanian.
Para petani akan dibantu dalam pemenuhan saprodi hingga memberikan jaminan pasar produk hasil panen dengan harga kompetitif melalui offtaker terbaik dari Aksi Cepat Tanggap.
Wahyu Nur Alim, selaku koordinator program WSP, menjelaskan bahwa program ini berangkat dari potensi bangsa ini sebagai negara agraris yang visi kedepannya adalah berdaulat pangan.
“Sebagai negara agraris yang memiliki visi berdaulat pangan. Namun, masih banyak masyarakat yang di bawah garis kemiskinan terutama petani. 80% penduduk miskin di Indonesia adalah petani. Dan di tengah pandemi ini, 48% sektor pertanian dan perkebunan turut terdampak,” ungkapnya.
Kepemilikan lahan petani yang relatif kecil yakni antara 0.3 – 0.9 Ha serta 35 juta jiwa tenaga kerja di sektor pertanian pun menjadi landasan agar WSP segera dimasifkan untuk terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan.
Ke depannya, WSP akan diimplementasikan di 10 provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Banten dengan total seluas 5.000 ha akan menjadi lahan implementasi program ini.
“Insya Allah total akan ada 5.000 ha yang akan diimplementasikan dari program ini, dan Karawang menjadi salah satu lokasi yang potensial untuk mengembangkan program ini.
“Di Karawang ini, kami akan menggarap seluas 500 ha. Harapannya, program ini tidak hanya menjadi solusi dalam penyediaan saprodinya namun juga pengentasan kemiskinannya. Tujuan utama program ini untuk mengganti praktik-praktik pembiayaan modal berasal dari utang atau riba atau tengkulak yang telah ada di masyarakat. Kami ingin mengubahnya menjadi modal yang berlandaskan instrumen yang sudah Allah siapkan yaitu melalui wakaf modal dan wakaf produktif,” tambah Wahyu.
Dalam program Wakaf Sawah Produktif ini, terdapat beberapa pemangku kepentingan yang akan saling terhubung yaitu Global Wakaf-ACT sebagai lembaga yang menyalurkan dan mengoptimalkan dana wakaf tunai ke sektor pertanian produktif berbasis pangan pokok. Kedua, Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia (YP3I) sebagai mitra capacity builder dan monitoring pelaksanaan program mulai dari assessment lahan hingga pendampingan.
Ketiga, para petani sebagai penerima manfaat utama dari dana wakaf yang dikelola. Lalu, dalam tahap akhir pengelolaan hasil pertanian tersebut kemudian akan didistribusikan berupa beras dalam program Beras Untuk Santri Indonesia (BERISI) dan program Beras Wakaf Gratis (BWG) kepada masyarakat prasejahtera.
Produktivitas lahan wakaf menjadi jalan yang bisa diwujudkan dan produksi pangan ke depan bisa dikembangkan. Tentunya dengan kolaborasi antara nazhir wakaf, korporasi dan ahli dalam bidang pertanian. Maslahat lahan wakaf dalam komoditas pangan juga dapat membantu para petani terlepas dari sistem ijon.
Dengan memangkas sistem ijon dan kolaborasi antar penggerak, tentu akan membantu stabilitas harga di masyarakat karena mampu memangkas proses niaga yang panjang dan merugikan. Kolaborasi ini sekaligus menjadi perwujudan nyata dari gerakan “Bangkitkan Sejatinya Bangsa” di mana semangat kegotongroyongan dan optimisme menjadi bahan bakar dalam menjalani masa darurat akibat pandemi Covid-19.
Sumber: siberindo.co