Site icon KLIKSultra.com

Kritikan kepada sebuah negara bukanlah kebencian kepada agama Oleh Imam Shamsi Ali

Baru-baru ini Kongress (Dewan Perwakilan Rakyat) Amerika Serikat meloloskan sebuah resolusi perundang-undangan tentang anti Yahudi, baik sebagai agama maupun relasi dengan pengikut agama, yang lebih populer dengan “anti semitisme”. Sebagaimana beberapa resolusi sebelumnya, kali ini juga sangat berkaitan dengan negara, bangsa dan pemerintahan Israel. Di mana dalam perundang-undangan Amerika tersebut dinyatakan bahwa mengeritik, apalagi menyerang negara, bangsa dan pemerintahan Israel merupakan anti semitisme yang telah ditetapkan sebagai kejahatan (crime) di Amerika Serikat.

 

Beberapa perundang-undangan sebelumnya telah menetapkan hal yang sama. Beberapa di antaranya dapat dilihat di bawah ini:

 

Mengingkari eksistensi kejadian Holocaust atau sekedar menganggapnya berlebihan dianggap sebagai anti semitisme.

Menuduh seorang Yahudi memiliki loyalitas ganda ke Israel, bahkan walaupun orang tersebut memiliki kewarga negaraan ganda dan terbuka mengaku loyal dengan Israel dianggap anti semitisme.

Menganggap Zionisme sebagaj bentuk rasisme, apalagi menolak eksistensi Israel sebagai negara di atas tanah Palestina merupakan anti semitisme.

Menuduh Amerika memiliki standar ganda terhadap negara lain selain Israel juga dianggap anti semitisme.

Memakai simbol-simbol yang dianggap anti Israel juga anti semitisme dan kejahatan.

Menyebut kejahatan Israel sejalan dengan kejahatan Nazi juga dianggap anti semitisme.

Menuduh kaum Yahudi secara menyeluruh ikut bertanggung jawab atas kejahatan negara Israel (saya setuju dengan hal ini. Banyak orang Yahudi yang menentang kebijakan rasis dan apartheid Israel) dianggap anti semitisme.

Dan beberapa hal lain yang telah diundang-undangkan melalui Kongres AS.

 

Resolusi Kongress tentang Israel dan anti Yahudi (anti Semitism) ini sekali lagi menunjukkan betapa negara super power Amerika ini sedang berada di bawah ketiak dan dominasi kekuatan Israel. Dan posisi saya sebagai bagian dari negara dan bangsa ini, sekaligus sebagai orang yang paham akan arti agama menolak pengaitan kritikan terhadap negara, bangsa dan pemerintah dan agama maupun pengikut agama.

 

Penyamaan akan kritikan terhadap Israel sebagai negara, bangsa dan pemerintahan dengan serangan kepada agama Yahudi dan pengikutnya adalah kebodohan dan penyesatan. Tentu hal ini sekaligus menunjukkan bagaimana “naif”nya para elit politik Amerika di hadapan segolongan warga negara Amerika maupun bukan warga negara, dan punya “kekuatan besar” dalam mengendalikan warna kebijakan publik di negara ini.

 

Penolakan saya kepada penyamaan Israel (sebagai negara, bangsa dan pemerintahan) dengan agama oleh pemerintahan Amerika minimal dilandaskan kepada dua hal mendasar.

 

Satu, saya sangat kecewa ketika negara yang seharusnya saya banggakan, bahkan selama ini mendeklarasikan diri sebagai negara dan bangsa yang “eksepsional” (Istimewa), bahkan diakui oleh banyak sebagai negara super power, dan dijadikan rujukan oleh banyak negara lain, seolah merendahkan diri kepada Israel. Sebuah negara yang dideklarasikan di atas hadiah sebongkah tanah di negara Palestina yang diberikan oleh penjajah Inggris di tahun 1848 lalu.

 

Sedemikian diistimewakannya negara Israel itu sehingga di bumi Amerika mengeritik, apalagi mengingkari dan menyerangnya secara terbuka merupakan “crime” (kejahatan) dan pelanggaran kepada perundang-undangan. Sementara itu, mengeritik Amerika dan pemerintahannya merupakan hal wajar bahkan diapresiasi sebagai bagian dari kebebasan berbicara dan berekspresi sekaligus indikasi suburnya kehidupan demokrasi di negara ini.

 

Sebagai bagian dari bangsa besar dan hebat ini, sikap elit politik di atas saya tolak dan menganggapnya “memalukan” (embarrassing) sekaligus “menghinakan” (humiliating) diri sendiri. Bahkan lebih jauh saya sangat tergelitik dan mempertanyakan “apa sesungguhnya di balik dari pengistimewaan negara/bangsa yang bernama Israel itu?”. Pertanyaan yang terkadang tabù untuk diekspresikan karena dianggap kejahatan anti Semitisme.

 

Dua, dan ini menjadi alasan terpenting, bahwa negara, bangsa, apalagi pemerintahan sangat tidak layak dan tidak masuk akal untuk disejajarkan dengan agama dan keyakinan. Keduanya sangat berbeda sejalan dengan perbedaan tabiat keduanya. Negara itu “naturally earthly” (memilki tabiat bumi/manusiawi). Sementara agama itu “naturally heavenly) (bertabiat langit/suci).

 

Dengan demikian baik secara entitas tabiat (kealamiaan) maupun secara institusi (tatanan sistem) keduanya berbeda. Negara apalagi sebuah Pemerintahan bersifat manusiawi dan memiliki keterbatasan bahkan kemungkinan melakukan berbagai kesalahan dan pelanggaran. Apa yang hari-hari ini kita saksikan dari prilaku jahat Israel kepada bangsa Palestina sangat berat bagi saya sebagai orang beragama untuk mengaitkannya dengan sebuah agama yang diyakini sebagai “Godly inspired” (ajaran yang berdasarkan kepada wahyu Tuhan).

 

Pembunuhan massal, genosida dan penghancuran total Gaza; lebih 40.000 syahid 70% di antaranya anak-anak dan wanita, 70.000-an yang luka-luka, 1.5 juta kehilangan tempat tinggal, rumah-rumah, sekolah, rumah sakit, hingga ke rumah-rumah ibadah dihancurkan. Bahkan lebih jahat lagi bantuan kemanusiaan, termasuk makanan dan obat-obatan dihalangi mencapai mereka yang membutuhkan, yang mengibatkan ancaman kelaparan massal. Semua ini tidak mungkin dapat dibayangkan oleh akal sehat sebagai perlakukan yang mewakili ajaran agama.

 

Dengan demikian adalah tidak diterima secara agama maupun akal sehat manusia untuk menyamakan Israel dengan agama Yahudi. Dan saya yakin hanya orang-orang yang terbutakan oleh ambisi poltiik yang akan menyamakan sebuah negara, bangsa dan pemerintahan sebagai representasi agama. Karenanya sangat aneh jika Amerika sebagai negara sekuler kemudian terlibat dalam menjustifikasi penyamaan ini.

 

Sebagaj seorang Muslim saya tidak akan pernah setuju untuk menyamakan Islam dengan negara yang mengaku negara Islam bahkan mengaku melaksanakan Syariah Islam. Negara dan bangsa apalagi Pemerintahan adalaj entitas terpisah yang penuh kelemahan dan kesalahan. Tapi Islam sebagai agama adalah ajaran samawi yang saya yakini dengan kesempurnaannya. Karenanya sebuah negara, bangsa dan pemerintahan tidak lebih menjalankan Islam untuk kebaikannya. Namun tidak punya hak untuk mengindentikkan dirinya dengan Islam. Sehingga mengeritik negara, bangsa dan pemerintah seolah kritikan kepada agama.

 

Akhirnya saya ingin menekankan sekali lagi bahwa resolusi Kongress yang menyamakan kritikan kepada Israel sebagai anti semitisme (anti Yahudi dan pengikutnya) adalah tidak logis dan bahkan sejatinya merendahkan agama Yahudi. Dan karenanya baik dalam posisi saya sebagai bagian dari negara dan bangsa Amerika dan sebagai orang yang paham agama menolaknya. Resolusi ini bagi saya sekali lagi adalah pembuktian bahwa Amerika, negara super power ini, seolah mengecilkan diri di hadapan negara Israel. Tentu sangat disayangkan dan “embarrassing” (memalukan).

 

Semoga semakin banyak yang tersadarkan!

 

Jamaica City, 4 Mei 2024

Exit mobile version