TANGERANG – Ini kisah tentang tiga lajang kakak beradik yang hidup dalam gelimang kemiskinan, di tengah gemerlap Kota Tangerang, Banten.
Diantaranya Nana (54), Nasih (52) perempuan, dan si bungsu Nasin (45) yang memiliki keterbelakangan mental. Sehari-hari Nasin diurus dan dilayani Nasih.
Tiga lajang kakak-beradik ini tinggal di Gang Sadiih RT 03/03 Kedaung Baru, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang.
Mereka tinggal di petak sederhana sebagai rumah. Kehidupan sehari-hari semata mengandalkan belas kasihan para tetangga.
Belakangan mereka agak terbantu oleh bantuan pemerintah pusat, melalui program keluarga harapan (PKH). Tiap tiga bulan mereka menerima Rp550.
Sebelum ada bantuan, nafkah tiga lajang tua ini melulu hanya mengandalkan penghasilan Nana menarik becak. Semula ia sering mangkal di depan Kecamatan Neglasari.
Tapi akhir-akhir ini penumpang sepi. Nana gunakan becaknya untuk mengangkuti sampah tetangga ke tempat pembuangan.
“Ya, ketimbang nganggur. Lumayan, tiap minggu dapat bayaran Rp5.000 dari tiap rumah. Ada empat tetangga, jadi dapat 20 ribu per minggu,” ujar Nana.
Ia memperkenalkan adiknya, Nasih, yang disebutnya semacam pengelola anggaran. Uang yang ia dapat semuanya diserahkan kepada Nasih untuk dikelola.
“Ini Nasih, adik perempuan saya. Dialah yang memasak makanan. Kalau lagi tidak ada duit ya tidak makan,” katanya getir.
Nasih harus bisa mengelola uang sekitar Rp700 ribu. Rinciannya, bantuan PKH Rp550 ribu per tiga bulan, dan jasa membuang sampah Rp150 ribu tiap tiga bulan juga.
Artinya, ketiga kakak beradik ini harus bertahan hidup dengan Rp230-an ribu tiap bulan.
“Yang di kamar itu Nasin. Dia punya keterbelakangan mental. Ya, beginilah nasib kita bertiga. Belum pada menikah,” ujar Nana saat ditemui di kediamannya, Jumat (15/01/2021).
Nana mengutarakan, mereka tinggal di rumah ini dan tidur cuma beralaskan karpet seadanya.
Nasih menambahkan, dia ikhlas merawat sang adik, sehingga tak sempat lagi mengurusi diri sendiri.
Sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, Nasih lah yang menyiapkan makan untuk abang dan adiknya itu.
Nasih berharap, mereka bertiga bertemu Wali Kota Tangerang atau wakilnya. Ia mau cerita tentang penyakit adiknya itu. Siapa tahu dapat berobat gratis.
Ia pun menyampaikan keinginannya bertemu Gubernur. “Sampai kemimpi-mimpi saya didatangi Pak Gubernur Banten. Kata orang, Pak Wahidin asli orang Tangerang kan? Kami mau nemuin tapi tidak tahu rumah dan kantornya,” kata Nasih.
Ketua Rukun Warga (RW) setempat Untok mengaku, keluarga Nana atau tiga bersaudara itu memang sudah selayaknya dibantu.
Mestinya pihak Pemkot Tangerang dan Pemprov Banten memberi bantuan perobatan dan bansos, karena mereka masuk dalam golongan orang miskin.
“Banyak orang hebat di sekitar kita. Kisah tiga bersaudara pak Nana, Nasih dan Nasin, layak jadi inspirasi bagi semua Pejabat Pemerintah Daerah. Mari berbagi rasa,” kata Untok. (*/cr2)
Sumber: siberindo.co