Bara konflik dan dendam di Pidie kian lesap. Cerai berai di masa lalu mengajarkan cara damai tanpa harus berperang.
——-
DI RELUNG mesin pencari paling top dunia maya; google, jejak lini masa sosok satu ini hampir tak terekam. Yang menyembul di permukaan kulit “mbah” google itu cuma nama, jabatan, dan kegiatan seremoni yang pernah ditorehkan di tempatnya bertugas.
Lalu, Anda bermimpi bisa menemukan sisi lain kehidupan lelaki paruh baya ini—nama keluarga dekat, kegemaran, tempat dan tanggal lahir yang akurat—di etalase google? Itu serupa saja kita melontarkan peribahasa arkais; “Bagai Mencencang Air” (melakukan pekerjaan sia-sia).
Siapa sebenarnya persona lelaki misterius itu? Dia adalah Wahyudi Adisiswanto, intelijen senior dari lembaga telik sandi Badan Intelijen Negara (BIN) Republik Indonesia yang kini Penjabat Bupati Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Wahyudi belum genap satu tahun di Pidie. Ia bekerja dalam senyap ketika menenun gempuran konflik opini di kabupaten beratmosfer politik paling keras, ganas, dan menantang itu. Bayangkan, sumbu konflik pergolakan Aceh dibakar dari puncak pegunungan Halimun, Tiro, Kabupaten Pidie, yang kini dipimpin Wahyudi.
Tak ada bekal khusus ketika Wahyudi “mendadak” ditunjuk sebagai Pj Bupati di kabupaten “merah” semasa konflik dahulu. Tiga hari menjelang pelantikan, Wahyudi baru diberi tahu akan dilantik sebagai Penjabat Bupati Pidie. “Saya sempat kaget,” cerita Direktur Perencanaan Pengendalian Kegiatan Operasi BIN Pusat ini.
Di ranah pendinginan wilayah konflik, Wahyudi bukan protagonis baru. Ia adalah satu dari sekian eksponen yang meniupkan roh perdamaian di wilayah konflik kesukuan seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Di Kota Seribu Masjid ini, Wahyudi didapuk sebagai Dewan Pembina Laskar Sasak ketika ia menjabat Kepala BIN Daerah NTB 2019-2021. Ia berperan aktif menyatukan pergesekan antarsuku (antarkelompok) di provinsi itu. “Sebelumnya, kami kelompok yang sulit diatur, tapi sejak dibina Kabinda (Wahyudi), kini kami mengerti bagaimana berbuat lebih bermanfaat untuk orang banyak,” kata Lalu Taharuddin, Ketua Laskar Sasak NTB, di acara lepas sambut Ka Binda NTB, seperti dilansir dari _grafikanews.com._
Di Kabupaten Pidie, Wahyudi menularkan kebaikan itu. Ia menelusuri jalan sunyi tanpa mengumbar gerakan damai itu ke media. Diam-diam Wahyudi “sungkem” ke ulama-ulama besar dan paling berpengaruh di Pidie. Dan diam-diam pula Wahyudi mendatangi tokoh politik, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, dan pentolan GAM. “Alhamdulillah saya diterima. Kalau ditolak, saya siap meninggalkan Pidie,” katanya.
Hingga menjelang satu tahun, sosok Wahyudi berhasil merekatkan friksi-friksi di tanah bekas peperangan itu. Simpul perdamaian dalam bermasyarakat di Pidie telah menemukan jalannya sendiri, lewat jalan sunyi yang ditempuh Insinyur Wahyudi, sang Pendekar Rekonsiliasi itu. | MOHSA EL RAMADAN.