“Untuk yang di Kedung Sobrah, kita sudah bisa pastikan kalau itu Candi masa Hindu-Buddha. Sementara di Dusun Borangan, kita masih lakukan kajian, dan dugaan paling kuat adalah makam Wong Kalang,” jelas Subekso, dikutip Kantor Berita RMOLJateng, Kamis (15/7).
Subekso menambahkan, pihaknya hingga saat ini masih berupaya melakukan koordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juwana.
Upaya ekskavasi perlu dilakukan untuk menyelamatkan data arkeologi sebelum lokasi-lokasi tersebut berubah menjadi area bendungan yang berakibat terhadap perubahan pada konteks dan situsnya.
“Dengan melakukan ekskavasi, maka akan diperoleh informasi tambahan mengenai kondisi data dan situs arkeologi, sehingga akan menjadi bahan pertimbangan tentang aspek penyelamatannya,” ungkapnya.
Lebih jauh, Subekso berpendapat bahwa salah satu upaya penyelamatan adalah dengan memindahkan struktur bangunan yang masih tersisa ke lokasi yang ditunjuk oleh pemerintah desa setempat.
Dia menilai, dengan memperhatikan ukuran bangunan yang tidak terlalu besar, pekerjaan pemindahan ini sangat mungkin bisa dilakukan.
“Apalagi, warga desa tentu menganggap bahwa adanya situs candi ini masih berhubungan erat dengan jejak peradaban leluhur yang harus dilestarikan. Selain itu, proses penanganan situs ini merupakan amanah dari pelaksanaan Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 tahun 2010 dan Perda Kabupaten Semarang Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya,” tutupnya. (*/cr2)